Senin, 23 Juli 2012

Tragedi Balaesang Tanjung

Balaesang Tanjung, Donggala, Sulawesi Tengah,

Press Release
KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEMANUSIAAN DAN ANTI KEKERASAN
(FORUM MASYARAKAT KAWASAN HUTAN (FMKH), FORUM MASYARAKAT ANTI TAMBANG (FORMAT) FRONT PERJUANGAN PEMBARUAN AGRARIA (FPPAS), DPC PKB DONGGALA, YAYASAN BONE BULA)

Saat ini, Kecamatan Balaesang Tanjung berduka. Tragedi Bima yang terjadi pada 24 Desember 2011, kembali terulang di Balaesang Tanjung. Konflik pertambangan emas antara 8 desa dengan PT. Cahaya Manunggal Abadi telah menelan korban.

Tragedi Balaesang Tanjung yang terjadi sejak selasa 16 Juli 2012 menelan banyak korban. Identifikasi sementara, sedikitnya 4 orang luka-luka terkena timah panas dan seorang lagi tewas tertembus peluru di bagian perut dan ribuan warga hingga saat ini masih berlindung  ke dalam hutan karena polisi menembak dan menangkap setiap orang secara membabi buta. Saksi mata menyatakan bahwa beberapa orang warga dibuang kedalam mobil polisi saat penangkapan pada hari Rabu, 18 Juli 2012 dan Kamis, 19 Juli 2012. Beberapa dari mereka yang ditangkap dan sempat ditahan mengaku mendapat penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak aparat kepolisian. Perlakuan yang mereka alami antara lain ; pemukulan dan penyetruman. Bahkan, seorang ibu dan seorang anak kecil berumur satu tahun juga menjadi sasaran pemukulan oleh kepolisian.

Penembakan Masdudin alias Sando dan empat orang adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa sesungguhnya telah terjadi kekerasan oleh aparat kepolisian. Namun hingga saat ini pihak kepolisian berusaha untuk membantah realitas tersebut.

Konflik telah dimulai saat Bupati Donggala, Habir Ponulele menerbitkan surat izin ekplorasi No188.45/0288/DESDM/2010 kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA). Setahun kemudian DPRD Donggala mensahkan PERDA No. 1 Tentang RTRW Kabupaten Donggala tahun 2012, yang mana salah satu isinya menetapkan wilayah kecamatan Balaesang Tanjung sebagai wilayah pertambangan.
 
Pada tanggal 6 Maret 2012, masyarakat Balaesang Tanjung telah melakukan aksi unjuk rasa di kantor BLH Donggala, Kantor Bupati dan Kantor DPRD Donggala. Dalam aksi tersebut, masyarakat kecamatan Balaesang Tanjung dengan terang – terangan menyatakan sikap dengan menolak pertambangan bijih emas di Balaesang Tanjung. Selain itu, juga menuntut kepada pemerintah Kabupaten Donggala agar mencabut izin ekplorasi PT. CMA dan merevisi RTRW Kabupaten Donggala 2012 yang menjadikan Kecamatan Balaesang Tanjung sebagai wilayah pertambangan. Sebab bila tuntutan ini tidak diterima dan pikirkan secara matang maka akan terjadi konflik horisontal di kecamatan Balaesang Tanjung.

Dalam hal tersebut, terlihat jelas bahwa pemerintah daerah kabupaten Donggala dan DPRD Kabupaten Donggala sepertinya sudah merencanakan sebuah tahapan skenario dalam meloloskan PT. CMA dalam pengelolaan bijih emas di daerah tersebut.

Tentunya, bila melihat runutan kebijakan Bupati dalam menerbitkan surat izin ekplorasi No188.45/0288/DESDM/2010 kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA) yang kemudian diikuti dengan tahun 2012 disahkan PERDA No. 1 Tentang RTRW Kabupaten Donggala, yang isinya menetapkan wilayah kecamatan Balaesang Tanjung sebagai wilayah pertambangan, serta tahapan dalam penyusunan AMDAL hingga isi dokumen sengaja ditutupi pada publik maka patut diduga keras adanya praktek suap-menyuap antara PT. CMA, DPRD Donggala, Bupati Donggala dan BLH Donggala.

Semakin jelas bahwa tragedi Balaesang Tanjung terjadi karena hadirnya PT.CMA di kecamatan Balaesang tanjung

Untuk itu, hanya ada satu cara menghentikan konflik pertambangan di Balesang Tanjung yaitu hentikan aktifitas PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA) di Balaesang Tanjung.

Dengan ini,sekali lagi kami yang tergabung dalam KOALISI MASYARAKAT SIPIL SULAWESI TENGAH Menyatakan Sikap tegas :
“ HENTIKAN RENCANA AKTIVITAS TAMBANG EMAS DI KECAMATAN BALAESANG TANJUNG “ dan menuntut :

1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera mengusut  tuntas kasus penembakan, penyiksaan masyarakat Balaesang Tanjung oleh pihak Kepolisian Resort Donggala dan Kepolisian Sektor Balaesang;

2. Meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk mencopot Kepala Polisi Resort Donggala dan Kepala Polisi Sektor Balaesang karena secara nyata telah bekerjasama melakukan pembohongan publik  dengan secara terang – terangan mengatakan bahwa tidak ada penembakan masyarakat Balaesang Tanjung;

3.  Meminta kepada pemerintah daerah kabupaten Donggala dan pemerintah Sulawesi Tengah bertanggung jawab untuk se-segera mungkin membantu masyarakat memperbaiki dan mengganti rugi semua kerusakan rumah dan harta benda akibat dampak dari kebijakan pemerintah daerah Donggala yang tidak sensitif konflik;

4. Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan dugaan praktek suap-menyuap antara PT.CMA dengan Habir Ponulele (Bupati Donggala), Ibrahim Drakel (Kepala BLH Donggala), Gosetra Mutaher (Anggota DPRD Donggala dari Partai Amanat Nasional);

5.  Membebaskan semua masyarakat desa di kecamatan Balaesang Tanjung yang hingga saat ini dalam tahanan Kepolisian.

Palu, 22 Juli 2012
Koordinator Koalisi
Erwin Laudjeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar