Balaesang Tanjung, Donggala, Sulawesi Tengah,
Press Release
KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK
KEMANUSIAAN DAN ANTI KEKERASAN
(FORUM MASYARAKAT KAWASAN HUTAN (FMKH), FORUM MASYARAKAT
ANTI TAMBANG (FORMAT) FRONT PERJUANGAN PEMBARUAN AGRARIA (FPPAS), DPC PKB
DONGGALA, YAYASAN BONE BULA)
Saat ini, Kecamatan Balaesang Tanjung berduka. Tragedi Bima yang
terjadi pada 24 Desember 2011, kembali terulang di Balaesang Tanjung. Konflik
pertambangan emas antara 8 desa dengan PT. Cahaya Manunggal Abadi telah menelan
korban.
Tragedi Balaesang Tanjung yang terjadi sejak selasa 16 Juli 2012
menelan banyak korban. Identifikasi sementara, sedikitnya 4 orang luka-luka
terkena timah panas dan seorang lagi tewas tertembus peluru di bagian perut dan
ribuan warga hingga saat ini masih berlindung
ke dalam hutan karena polisi menembak dan menangkap setiap orang secara
membabi buta. Saksi mata menyatakan bahwa beberapa orang warga dibuang kedalam
mobil polisi saat penangkapan pada hari Rabu, 18 Juli 2012 dan Kamis, 19 Juli
2012. Beberapa dari mereka yang ditangkap dan sempat ditahan mengaku mendapat
penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak aparat kepolisian.
Perlakuan yang mereka alami antara lain ; pemukulan dan penyetruman. Bahkan,
seorang ibu dan seorang anak kecil berumur satu tahun juga menjadi sasaran
pemukulan oleh kepolisian.
Penembakan Masdudin alias Sando dan empat orang adalah fakta yang
tidak terbantahkan bahwa sesungguhnya telah terjadi kekerasan oleh aparat
kepolisian. Namun hingga saat ini pihak kepolisian berusaha untuk membantah
realitas tersebut.
Konflik telah dimulai saat Bupati Donggala, Habir Ponulele menerbitkan
surat izin ekplorasi No188.45/0288/DESDM/2010 kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi
(PT.CMA). Setahun kemudian DPRD Donggala mensahkan PERDA No. 1 Tentang RTRW
Kabupaten Donggala tahun 2012, yang mana salah satu isinya menetapkan wilayah
kecamatan Balaesang Tanjung sebagai wilayah pertambangan.
Pada tanggal 6 Maret 2012, masyarakat Balaesang Tanjung telah
melakukan aksi unjuk rasa di kantor BLH Donggala, Kantor Bupati dan Kantor DPRD
Donggala. Dalam aksi tersebut, masyarakat kecamatan Balaesang Tanjung dengan
terang – terangan menyatakan sikap dengan menolak pertambangan bijih emas di
Balaesang Tanjung. Selain itu, juga menuntut kepada pemerintah Kabupaten
Donggala agar mencabut izin ekplorasi PT. CMA dan merevisi RTRW Kabupaten
Donggala 2012 yang menjadikan Kecamatan Balaesang Tanjung sebagai wilayah
pertambangan. Sebab bila tuntutan ini tidak diterima dan pikirkan secara matang
maka akan terjadi konflik horisontal di kecamatan Balaesang Tanjung.
Dalam hal tersebut, terlihat jelas bahwa pemerintah daerah kabupaten
Donggala dan DPRD Kabupaten Donggala sepertinya sudah merencanakan sebuah
tahapan skenario dalam meloloskan PT. CMA dalam pengelolaan bijih emas di
daerah tersebut.
Tentunya, bila melihat runutan kebijakan Bupati dalam menerbitkan surat
izin ekplorasi No188.45/0288/DESDM/2010 kepada PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA)
yang kemudian diikuti dengan tahun 2012 disahkan PERDA No. 1 Tentang RTRW
Kabupaten Donggala, yang isinya menetapkan wilayah kecamatan Balaesang Tanjung
sebagai wilayah pertambangan, serta tahapan dalam penyusunan AMDAL hingga isi
dokumen sengaja ditutupi pada publik maka patut diduga keras adanya praktek
suap-menyuap antara PT. CMA, DPRD Donggala, Bupati Donggala dan BLH Donggala.
Semakin jelas bahwa tragedi Balaesang Tanjung terjadi karena hadirnya
PT.CMA di kecamatan Balaesang tanjung
Untuk itu, hanya ada satu cara menghentikan konflik pertambangan di
Balesang Tanjung yaitu hentikan aktifitas PT. Cahaya Manunggal Abadi (PT.CMA)
di Balaesang Tanjung.
Dengan ini,sekali lagi kami yang tergabung dalam KOALISI MASYARAKAT SIPIL SULAWESI TENGAH Menyatakan Sikap tegas :
“ HENTIKAN RENCANA AKTIVITAS TAMBANG EMAS DI KECAMATAN BALAESANG
TANJUNG “ dan menuntut :
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera mengusut
tuntas kasus penembakan, penyiksaan
masyarakat Balaesang Tanjung oleh pihak Kepolisian Resort Donggala dan
Kepolisian Sektor Balaesang;
2. Meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia
untuk mencopot Kepala Polisi Resort Donggala dan Kepala Polisi Sektor Balaesang
karena secara nyata telah bekerjasama melakukan pembohongan publik dengan secara terang – terangan mengatakan
bahwa tidak ada penembakan masyarakat Balaesang Tanjung;
3. Meminta kepada pemerintah daerah kabupaten
Donggala dan pemerintah Sulawesi Tengah bertanggung jawab untuk se-segera
mungkin membantu masyarakat memperbaiki dan mengganti rugi semua kerusakan
rumah dan harta benda akibat dampak dari kebijakan pemerintah daerah Donggala yang
tidak sensitif konflik;
4. Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) untuk segera melakukan penyelidikan dugaan praktek suap-menyuap antara
PT.CMA dengan Habir Ponulele (Bupati Donggala), Ibrahim Drakel (Kepala BLH
Donggala), Gosetra Mutaher (Anggota DPRD Donggala dari Partai Amanat Nasional);
5. Membebaskan semua masyarakat desa di kecamatan
Balaesang Tanjung yang hingga saat ini dalam tahanan Kepolisian.
Palu, 22 Juli 2012
Koordinator Koalisi
Erwin
Laudjeng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar