Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser keprabon sebagai akibat
desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir dari diskusi terbatas,
unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan lain sebagainya.
Peristiwa ini menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang kemudian disebut era reformasi. Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air. Usulan yang masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan agar PBNU membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat ada 39 nama parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa.
Ada juga yang mengusulkan lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak diusulkan
untuk lambang parpol adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna hijau. Ada
yang mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan visi dan misi
parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol, ada juga yang
mengusulkan semuanya. Di antara yang usulannya paling lengkap adalah Lajnah
Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa Barat. Dalam
menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU menanggapinya
secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa hasil Muktamar
NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris NU tidak
terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik
praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan keinginan
warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung
menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat.
Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang
Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal
3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi
tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin
(Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib
Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy
Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU).
Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan
PBNU.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring
semakin derasnya usulan warga NU untuk menginginkan partai politik, maka pada
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat
Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai
oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman,
H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli
Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan
Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam
mengiventarisasi dan merangkum usulan yang ingin membentuk parpol baru, dan
membantu warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi
poitik warga NU.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk
mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni 1998
Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas
untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol. Pertemuan ini menghasilkan
lima rancangan : Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik, Mabda' Siyasiy, Hubungan
Partai Politik dengan NU, AD/ART dan Naskah Deklarasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar