PKB Donggala,Animo masyarakat mengumpulkan dana sumbangan pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin besar. Dukungan tak hanya mengalir dari para aktivis antikorupsi, tapi juga pedagang kaki lima, mahasiswa, pengusaha, pengacara, hingga rakyat jelata.
Mereka berduyun-duyun memberikan kontribusi untuk KPK sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tidak hanya dalam bentuk uang tunai, namun juga bahan bangunan, seperti batu bata.
Dalam kaitan ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak mempersoalkan aksi penggalangan dana dari masyarakat untuk KPK. Hanya saja ada beberapa hal yang patut diperhatikan. “Silakan menggalang dana, asal memenuhi asas konstitusional,” ujar Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far saat berbincang dengan redaksi www.dpp.pkb.or.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Marwan mengingatkan, bila sumbangan dari masyarakat tidak dikelola dengan benar, maka bisa menjadi bumerang bagi KPK, karena dana tersebut bisa ditafsirkan masuk kategori gratifikasi. Tentu hal ini melanggar hukum dan kontradiktif dengan salah satu prioritas kerja KPK, yaitu memberantas gratifikasi.
Dana dari masyarakat, menurut Marwan, harus terlebih dahulu disetorkan ke kas negara. Dari situ baru Kementerian Keuangan bisa menyalurkan ke KPK. “Jadi, dari negara ke KPK,” terangnya.
Persoalan mengumpulkan dana dari masyarakat tak hanya berhenti sampai di sini saja. KPK, kata Marwan, juga harus selektif menerima sumbangan. Pasalnya, banyak pihak yang akan memanfaatkan celah ini untuk menghantam KPK. Di antaranya para pengacara koruptor yang memiliki kepentingan dengan KPK.
“Kita khawatirkan KPK bisa tersandera profesionalitasnya. Ada pengacara yang memiliki kepentingan dengan KPK. Ini bisa dimanfaatkan dan ini berbahaya. Ada yang cari muka, ada yang sok berjasa, dan sok jadi pahlawan. KPK harus tegas,” Marwan mengingatkan.
Kendati pengumpulan dana dari masyarakat tidak melanggar aturan, Marwan sejatinya tidak setuju dengan cara-cara semacam ini. Bagi dia, alangkah lebih baik bila KPK berbicara dulu dengan anggota DPR untuk menyelesaikan masalah pencairan dana pembangunan gedung baru.
Bila pun ada persoalan dengan Komisi III, KPK masih bisa melakukan audiensi ke pimpinan DPR. Sehingga langkah lanjutan berupa mediasi dengan Komisi III yang difasilitasi pimpinan DPR, bisa dilakukan.
“Sangat tidak negarawan jika melakukan mobilisasi sumbangan. Pimpinan kan bisa menginstruksikan agar Komisi III meloloskan anggaran. KPK dan DPR jangan ada provokasi dalam konteks hubungan antarlembaga. Ini hubungan ketatanegaraan yang tak boleh diabaikan dari sisi yuridis konstitusional,” ungkapnya.
Di penghujung kalimatnya, Marwan menawatkan sejumlah alternatif penyelesaian untuk persoalan ini. Yaitu, mencari gedung milik pemerintah yang representatif dan masih bisa digunakan oleh KPK.
Bila opsi pertama tidak berhasil, maka DPR akan mengeluarkan rekomendasi pencabutan tanda bintang untuk pos anggaran pembangunan gedung baru KPK ke Kemenkeu. Sebab, yang berhak mencabut tanda bintang adalah Kemenkeu. “PKB tidak masalah, kita akan usulkan tanda bintang dicabut,” tandasnya.
www.dpp.pkb.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar