Hari ini, senin 28 Januari 2013, ratusan warga dari beberapa
desa di kabupaten Donggala yang menamakan dirinya Aliansi Kebangkitan Rakyat
Donggala mendatangi kantor DPRD kabupaten Donggala. Kedatangan warga tersebut sebagai
aksi damai dalam memprotes pembangunan rumah toko (Ruko) senilai 10,7 miliyar
rupiah di kota Palu.
Di dalam pernyataan sikap yang mereka bacakan didepan kantor
DPRD Donggala, Aliansi Kebangkitan
Rakyat Donggala meminta kepada DPRD Donggala dan Pemerintah Kabupaten Donggala
untuk membatalkan pembangunan Ruko di kota Palu, melakukan revisi terhadap APBD
Donggala 2013, mengalihkan penggunaan pembangunan Ruko untuk mendukung program
RPJMDES di kecamatan Banawa Tengah, Banawa Selatan di kabupaten Donggala dan sesegera mungkin
untuk melaksanakan Peraturan Daerah Tentang Jasa Lingkungan.
Koordinator aksi, Ewin Laudjeng, dalam orasinya
di depan kantor DPRD kabupaten Donggala “ bahwa pada bulan Desember 2012 yang lalu,
Pemerintah Kabupaten Donggala dan DPRD Donggala telah mengesahkan APBD 2013 dan
salah satu item yang paling tidak bisa diterima dengan akal sehat adalah adanya
ide membangun rumah toko di kota Palu. Biaya yang dikeluarkan untuk proyek
tersebut besarnya 10,7 miliyar rupiah. Orang – orang yang menyusun rencana
proyek ini, sudah kehilangan akal sehatnya “. Kemudian pula ditambahkannya “ bahwa
peristiwa ini memiriskan hati kita semua. Sebab, tak jauh dari gedung DPRD dan
kantor Bupati Donggala begitu banyak masyarakat miskin yang membutuhkan dana
tersebut berupa fasilitas air bersih, listrik, fasilitas kesehatan serta
berbagai kepentingan pendidikan.
Menurut peserta aksi dari desa Povelua, jika tuntutan mereka
diabaikan oleh DPRD Donggala dan Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala “maka
dengan akan sangat terpaksa kami akan menutup sumber mata air yang selama ini
dimanfaatkan oleh PDAM untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar di kota Donggala”.
“ Kami memberi batas waktu dua minggu kepada DPRD dan
Pemerintah Kabupaten untuk mengubah sikap dan keputusannya. Bila tuntutan kami
diabaikan, tentunya sungguh kami sangat menyesalkan dan tidak ada pilihan lain bagi
kami kecuali harus menutup sumber mata air yang berada didesa kami. Sehingga dalam
kesempatan ini kami menghimbau dan meminta maaf kepada saudara-saudara
kami di Donggala jika hal ini sampai terjadi “. Ungkap seorang ibu dalam
orasinya di depan kantor DPRD Donggala.
Kemudian perempuan tersebut menambahkan, “kami meminta
pengertian bagi masyarakat Donggala pada umumnya, utamnya masyarakat yang berada
di kota Donggala, karena sejak Indonesia merdeka, sejak Donggala ini menjadi
kabupaten, listrik dan jalan menuju desa kami tidak pernah diperhatikan dan
paling menyedihkan jarak desa kami dari kantor DPRD dan Kantor Bupati hanya
sekitar 10 Km dari desa kami. Olehnya tolong pahami sikap kami, sebagai korban
dari pembangunan yang tidak pernah adil di kabupaten ini ”. Tutupnya dalam
orasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar